Perwakilan masyarakat bertemu Tim Setjen Watanas di ruang rapat Markas Lanud RSA Ranai. Berbicara masalah wilayah udara, hankam, ekonomi hingga pembentukan provinsi.
KOLONEL Penerbang Azhar Aditama terlihat sibuk, Rabu pagi 14 Maret 2018. Komandan Pangkalan TNI Angkatan Udara Raden Sadjad (Danlanud RSA) Ranai, Natuna itu sibuk, belasan perwakilan masyarakat berkumpul di markasnya. Tak tanggung-tanggung, belasan perwakilan masyarakat itu dari lintas tokoh dan pengusaha kabupaten kepulauan perbatasan di tengah negara Asean ini. Antara lain, Tokoh Sejarawan Natuna Saharuddin (Bang Deng). Tokoh Maritim Natuna Rodial Huda. Pengusaha, menjabat Ketua Apindo Natuna Jhoni (Cucu).
Lalu, apa gerangan, lintas tokoh masyarakat dan pengusaha Natuna itu, berkunjung ke Markas Lanud RSA Ranai? Rupanya, belasan perwakilan masyarakat itu berkunjung, di undang Kolonel Azhar. Perwira melati tiga itu mengundang, agar lintas tokoh masyarakat dan pengusaha Natuna, dapat bertatap muka dengan Ketua Tim Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional, atau Setjen Watanas.
Setjen Watanas, adalah Lembaga Pemerintahan Non Kementerian. Di bawah naungan dan bertanggungjawab pada Presiden Republik Indonesia, selaku ketua. Dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1999, fungsi Setjen Watanas, menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam rangka menjamin keselamatan bangsa dan negara dari ancaman terhadap kedaulatan. Menyusun perkiraan risiko pembangunan nasional yang dihadapi dalam kurun waktu tertentu. Menetapkan kebijakan, strategi nasional dan merehabilitasi akibat risiko pembangunan.
Tak lama berselang, suara sirene pengawal mobil Tim Setjen Watanas merapat. Mayor Jenderal TNI Aris Martono, Ketua Tim Setjen Watanas beserta beberapa anggotanya turun dari mobil, bergegas masuk ruang rapat Markas Lanud RSA Ranai, bersama lintas tokoh masyarakat dan pengusaha Natuna. Turut mendampingi, Komandan Komando Distrik Militer 0318/Natuna Letnan Kolonel (Inf) Yusuf Rizal.
Di ruang pertemuan, Mayjen Aris menceritakan awal berdiri Setjen Watanas. Setjen Watanas berdiri, menurutnya, demi kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia. Organisasi bentukan pemerintah, pengurus berasal dari TNI dan Polri. Tim organisasi ini turun kelapangan, terutama di kawasan perbatasan, mencari data untuk dilaporkan pada Presiden Republik Indonesia.
Hasil pantauan, Natuna sebuah kabupaten perbatasan dengan beberapa negara tetangga, dan sangat strategis. Bukan hanya strategis, kabupaten kepulauan kaya sumber daya minyak, gas, perikanan dan pariwisata ini, harus mendapat perhatian khusus pemerintah pusat.
“Kita harus memperkuat Natuna dari segi pertahanan, keamanan, politik dan ekonomi,” kata Mayjen Aris. “Maka pemerintah pusat terus mengesa pembangunan pertahanan, namun tetap dibarengi pembangunan ekonomi masyarakatnya,” katanya lagi, sambil menambahkan, untuk itu, Tim Setjen Watanas turun ke Natuna, memantau perkembangan sektor-sektor pembangunan ini. “Kita perlu masukan dari tokoh masyarakat dan pengusaha.”
Kolonel Azhar, selaku Danlanud RSA Ranai, memaparkan sejarah singkat berdirinya TNI Angkatan Udara di Ranai, Natuna. Turunnya pasukan penjaga wilayah udara Indonesia ini, sebanyak 28 prajurit di Penagi pada 1955. Kehadiran prajurit TNI Angkatan Udara, disambut baik masyarakat Natuna, dengan bersama-sama membangun landasan udara, cikal bakal Bandara Raden Sadjad Ranai.
Dalam surat perjanjian lama, masyarakat Natuna membantu membangun bandara, mendapatkan piagam penghargaan. Penerima piagam, ketika ingin menumpang pesawat TNI Angkatan Udara tak dikenai bayaran, alias gratis. “Dulu ketika membangun bandara, kita tak punya uang,” katanya. “Secara gotong royong dengan masyarakat kita membangun bandara.”
Namun pembangunan bandara secara gotong royong, dengan menyusun batu-batu sebagai dasar landasan. Sehingga Bandara RSA Ranai, hanya mampu menampung pesawat berat tertentu. Otomatis, jenis pesawat Kepresidenan belum bisa mendarat di bandara ini.
“Kita bukan menyalahkan, hanya mengingat sejarah berdiri bandara, hasil gotong royong rakyat Indonesia, di perbatasan,” terang Kolonel Azhar. “Jika landasan Bandara RSA Ranai ingin mendarat pesawat besar, kita harus merehab dengan biaya cukup signifikan.”
Demi kepedulian kesehatan masyarakat, TNI Angkatan Udara membangun Rumah Sakit Integrasi. Dengan kapasitas, 125 ruang rawat inap. Kelak di pimpin Letkol. Rumah Sakit Integrasi telah siap pembangunannya, akan diresmikan Presiden Joko Widodo pada April 2018. Tapi akses jalan belum memadai. Dulu, menuju rumah sakit itu, jalan setapak.
Di Lanud RSA juga di bangun Mes Integrasi, Hangar Integrasi, Cold Storage (ruang pendingin) diperuntukan menampung ikan sementara, ketika akan dibawa keluar daerah. “Kita terus gesa pembangunannya,” kata Kolonel Azhar. “Demi mendongkrak ekonomi Natuna.
Bicara peningkatan ekonomi, Kolonel Azhar bercita-cita, Bandara RSA Ranai bisa menjadi bandara transit, atau bandara internasional. Malahan Bandara RSA Ranai beberapa kali akan di ambil alih Angkasa Pura. “Sekarang Bandara RSA Ranai masih di bawah operasi Kementerian Perhubungan,” katanya.
Demi menjaga keamanan udara, kata Kolonel Azhar, TNI Angkatan Udara membangun beberapa bangunan strategis radar pemantau di Tanjung Datuk, milik Satrad (Satuan Radar) 212. Namun lahan berdiri bangunan strategis itu, masih bermasalah dengan pemilik lahan. Permasalahan pembebasan lahan, Pemerintah Kabupaten Natuna belum bisa membayar. Mengingat, lokasi terbangun bangunan strategis itu, diperuntukan sebagai kawasan industri pada Rencana Tata Ruang Wilayah Natuna.
Sehingga pembebasan lahan, menjadi kendala hingga saat ini. “Malahan kita sempat di demo masyarakat, agar segera membayar,” kata Kolonel Azhar. “Kami sampaikan, pembebasan lahan menjadi kewenangan pemerintah daerah.”
Di Lanud RSA Ranai, kedepan akan berdiri skuadron pesawat tanpa awak. Skuadron ini akan menjaga wilayah Natuna, Indonesia khususnya. Kendala dihadapi ketika memantau wilayah udara, FIR (Flight Information Region) masih di kuasai Singapura.
Akibat di kuasai Singapura, pernah saat bincang-bincang dengan tahanan asing illegal fishing, Kolonel Azhar mendapat pengakuan, banyak kapal pelaku bebas, karena punya mesin besar. Sulit di tangkap. Apalagi wilayah udara Natuna masih di kontrol Singapura.
“Ketika kita belum dapat kuasai wilayah udara Natuna, semua kegiatan pemantauan rawan diketahui pergerakannya,” kata Kolonel Azhar. “Saya bisa interaksi dengan tahanan asing pelaku illegal fishing, karena TNI Angkatan Udara salah satu satgas pengirim mereka ke Tanjungpinang.”
Sebagai kawasan perbatasan, konflik Laut China Selatan tetap hangat. Kawasan Zona Ekonomi Eklusif atau ZEE Natuna, masih diklaim Tiongkok. Negeri Tirai Bambu itu, terus menggesa pembangunan pertahanan udara di Pulau Spartly. Dari Natuna – Spartly dapat di tempuh sekitar 30 menit melalui udara.
Seandai Tiongkok ingin mendirikan negara kepulauan baru di pulau itu, sangat mungkin terjadi. “Kami TNI Angkatan Udara tetap dukung visi misi Bapak Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto,” kata Kolonel Azhar. “Bagaimana dengan pemerintah membangun ekonomi Natuna, demi kepentingan Indonesia kedepan.”
Tokoh Masyarakat Natuna Said Ridwan berharap Tim Setjen Watanas menjadikan Natuna, sebuah provinsi khusus. Dengan berdiri provinsi khusus, pembangunan pulau perbatasan ini, akan semakin cepat. “Natuna, salah satu garda laut terdepan Negara Kesatuan Kesatuan Republik Indonesia,” kata Said Ridwan. “Natuna harus di prioritas pembangunannya.”
Said Ridwan juga mempertanyakan, kenapa pemerintah pusat lebih fokus membangun pertahanan dan keamanan (hankam) dari pada pembangunan ekonomi. Padahal pembangunan ekonomi diperbatasan sangat penting, demi menyaingi ekonomi negara tetangga. “Saya sempat heran, pembangunan hankam, diperbesar dari satuan darat,” katanya. “Sedangkan kita kawasan kepulauan harusnya diperbesar satuan laut dan udara.”
Sebelum mengakhiri pembicaraan, Said Ridwan mempertanyakan pembangunan hankam lebih banyak membeli bahan bangunan dan memakai tenaga kerja dari luar Natuna. Sehingga pengusaha dan masyarakat pekerja tempatan jadi penonton di negeri sendiri. “Pak Ketua Tim Watanas, mohon ini sebagai masukan bagi Presiden,” pintanya.
Tokoh Sejarawan Natuna Zaharuddin (Bang Deng) menceritakan pada abad 11, 12 dan 13, Natuna bernama Nalma. Kawasan kaya minyak, gas, perikanan dan pariwisata ini, menjadi tempat perdagangan dunia. Karena tempat perdagangan dunia, Tiongkok sempat mengirimkan tenaga kerjanya sekitar 20 ribu orang.
Kawasan hankam saat itu, di bangun di Pulau Subi, sangat jauh dari Kota Ranai, ibukota kabupaten ini. Kala itu, Natuna dulu, bagai Singapura. Pusat pasar global Nusantara. Jadi Bang Deng merasa yakin, Natuna kawasan damai, tak pernah terjadi konflik.
“Saya rasa Pulau Laut atau Pulau Subi, bagus sebagai kawasan hankam,” saran Bang Deng. “Natuna cukup jadikan kawasan perdagangan dunia, seperti belasan abad lalu.”
Tokoh Masyarakat Natuna Aspalani menyarankan Tim Setjen Watanas menyampaikan pesan pada Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Natuna, agar mengadakan pertemuan dengan masyarakat, seperti beliau berkunjung ke Danau Toba, Sukabumi dan lainnya. Ia sangat sepaham dengan Said Ridwan, supaya Natuna menjadi provinsi khusus. “Mohon Natuna ditingkatkan, jangan hanya sebagai sebuah kabupaten,” katanya.
Tokoh Masyarakat Natuna Wan Sanusi mengadukan pada Tim Setjen Watanas tentang harga tiket pesawat Natuna sangat mahal dari daerah lain. Sementara waktu tempuh sama, hanya satu jam, tempat lain, harga tiket pesawat berkisar Rp500-an ribu. “Tiket pesawat Natuna – Batam, atau sebaliknya hampir mencapai Rp1,8 juta,” katanya.
Ketua Apindo Natuna Jhoni (Cucu) mempertanyakan pembangunan hankam membeli bahan bangunan dari luar daerah hampir 90 persen. Sehingga jual beli bahan bangunan itu, pengusaha tempatan tak mendapatkan keuntungan. “Bukan hanya bahan bangunan di beli dari luar,” kata Cucu. “Tenaga kerja juga di bawa dari luar.”
Cucu menyarankan, seandai hankam diperbesar, termasuk personilnya, bagus Natuna dibuat program transmigrasi. Sehingga terjadi penambahan jumlah penduduk, dan bertambah hasil pertanian. “Lahan Natuna cukup luas,” katanya. “Program transmigrasi cukup bagus diterapkan.”
Tokoh Maritim Natuna Rodial Huda mempertanyakan tentang keputusan pemerintah pusat memberi bantuan mobil pemadaman kebakaran pada TNI Angkatan Laut. Sedangkan TNI Angkatan Darat di beri bantuan sea-raider. “Apa tak terbalik,” tanyanya.
Wartawan Antara Natuna Cherman menyarankan pemerintah pusat jangan hanya membuat kebijakan pembangunan pada bidang hankam, tanpa membangun bidang ekonomi. Sebab bidang ekonomi sangat diperlukan bagi daerah perbatasan, karena Natuna masih mengandalkan dana APBN.
Mengingat pendapat asli daerah Natuna, sangat minim. “Natuna belum punya pabrik besar. Lapangan kerja sulit. Harusnya ini menjadi perhatian pusat,” katanya sambil menambahkan, ketika hankam di perbesar, prajurit TNI/Polri perlu mendapatkan tunjangan kemahalan. Jika tidak mendapat tunjangan kemahalan, kedepan masalah ekonomi akan menjadi masalah krusial bagi Natuna.
Mayjen Aris menjawab sebagian pertanyaan dan saran dari lintas tokoh masyarakat dan pengusaha Natuna. Sebagian akan menjadi catatan, untuk dilaporkan pada Presiden Joko Widodo. Pertemuan terus berlanjut, pertanyaan dan saran terus mengalir. Dengan di akhiri makan siang bersama di ruang VIP Lanud RSA Ranai.
Makan siang di VIP Lanud RSA Ranai, Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal dan Sekretaris Daerah Natuna Wan Siswandi hadir. Bupati Hamid hadir usai menutup Musrenbangda Natuna 2018 di Gedung Sri Srindit Ranai.
Tim Analisis Kebijakan Bidang Pembangunan SDM Setjen Watanas Kolonel (Inf) Judy Paragina Firdaus usai makan siang, saat bincang-bincang dengan awak media membenarkan semua catatan atau data diperoleh tim-nya selama di Natuna akan dilaporkan pada Presiden Joko Widodo.
“Pembangunan wisata Danau Toba, Sumatera Utara dan Morotai, Maluku Utara, hasil laporan Tim Setjen Watanas,” katanya. “Semoga laporan kami menjadi rekomendasi pembangunan Natuna kedepan,” kata perwira melati tiga terlihat masih muda itu, memastikan. ****
Laporan: Andi Surya