Natuna di Klaim Milik Malaysia, Menkopolhukam: Biarkan Mereka Berpendapat

0
393
MENKOPOLHUKAM RI Mahfud MD bersama Mendagri RI Tito Karnavian saat konferensi pers di pintu utama VVIP Lanud RSA Ranai

NATUNA, KABARTERKINI.co.id – Menkopolhukam RI Mahfud MD mengatakan, Indonesia tetap mempertahankan setiap jengkal wilayahnya, terutama di perbatasan. Dengan cara terus membangun infrastruktur dan ekonomi masyarakatnya.

“Silahkan mereka (Malaysia-red) berpendapat. Kita akan terus mempertahankannya,” kata Mahfud menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers di pintu utama VVIP Lanud Raden Sadjad (RSA) Ranai tentang Natuna di klaim milik Malaysia, Rabu siang 24 November 2021.

Sementara Mahfud hadir di Natuna, bersama Mendagri Tito Karnavian. Mereka berdua bersama rombongan hadir di kabupaten kepulauan perbatasan ini, melaksanakan kunjungan kerja selama tiga hari, Selasa 23 November hingga Kamis 24 November 2021.

Dosen senior Universiti Sains Islam Malaysia dan Associate Fellow di Institute of Oceanography and Environment, Universiti Malaysia Terengganu Mohd Hazmi Modh Rusli, dikutip dari Zonajakarta.com melalui artikel terbitan MStar 7 Desember 2013, menyebut sejarah Kepulauan Natuna tidak terlepas dari pengaruh negara-negara bagian di Malaya dikenal dengan nama Malaysia.

Jika dilihat dari peta Asia Tenggara, terlihat jelas, Kepulauan Natuna secara alami berada sejajar dengan letak negara bagian Terengganu, seandai ditarik garis lurus dari pantai negara bagian ke arah timur. Sedangkan perbatasan Indonesia melengkung ke atas dan tidak dalam satu garis lurus. Sehingga Kepulauan Natuna menjadi salah satu aset utama dalam menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

“Berdasarkan sumber sejarah, masuk akal mengatakan, Kepulauan Natuna tidak ada hubungannya dengan Indonesia. Kepulauan Natuna berbeda dengan jajahan Belanda lainnya, seperti Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Nusa Tenggara, Makassar dan Papua,” kata Mohd Azmi.

Wilayah-wilayah tersebut, sambungnya, milik Indonesia yang diwarisi dari bekas penjajahan Belanda. Ketika Indonesia merdeka pada 1945, konsep melekat dalam hukum internasional ini disebut utti possideti juris.

Ketika Perjanjian 1824 dibuat, Kepulauan Natuna masih berada di bawah pengaruh Kesultanan Melayu melalui kekuasaan Yang Mulia Wan Muhammad al-Fathani. Juga, Perjanjian 1824 tidak secara eksplisit menempatkan pulau-pulau Natuna di bawah pengaruh Belanda.

Padahal, jika Traktat 1824 dicermati, Belanda tidak berhak membuka pemukiman di wilayah utara pulau Singapura yang jelas-jelas berada dalam wilayah pengaruh Inggris. Logikanya, mengingat Kepulauan Natuna masih berada dalam wilayah hukum Pemerintah Johor ketika Perjanjian 1824 ditandatangani.

“Oleh karena itu, mungkin ada argumentasi yang mengatakan Kepulauan Natuna seharusnya bersama Malaysia ketika Kesultanan Johor merdeka dalam Federasi Malaya pada 1957 melalui konsep utti possideti juris,” kata Mohd Hazmi.

NATUNA, kabupten kepulauan perbatasan di tengah negara Asean, jadi bukan perbatasan satu negara luar (foto screenshot Google Maps)

Indonesia secara resmi memasukkan Kepulauan Natuna, menurutnya, sebagai wilayahnya pada 1956. Setahun sebelum Malaya merdeka dan 6 tahun sebelum Konfrontasi Malaysia dengan Indonesia. Malaysia saat itu masih di bawah kekuasaan Inggris dan belum menjadi negara berdaulat untuk mengklaim kedaulatan atas Kepulauan Natuna.

Meskipun Malaya mencapai kemerdekaan pada 1957 dan menjadi Malaysia pada 1963, Konfrontasi Malaysia-Indonesia yang terjadi pada 1962-1966 mungkin telah mengalihkan perhatian Pemerintah Malaysia saat itu yang lebih fokus mengakhiri konflik.

Sementara, Indonesia membutuhkan Kepulauan Natuna agar dapat ditarik garis kepulauan yang menghubungkan pulau-pulau di dalam wilayah Indonesia untuk mewujudkan laut kepulauan. Sehingga memenuhi cita-citanya menjadi negara kepulauan (Archipelago State) berdasarkan hukum maritim internasional.

Kemungkinan besar, atas dasar keinginan mengakhiri konfrontasi dan berdamai dengan tetangga sekutu, masalah klaim kedaulatan atas Kepulauan Natuna mungkin belum menjadi prioritas pemerintah Malaysia saat itu.

Sampai saat ini, Malaysia mengakui posisi Kepulauan Natuna sebagai wilayah di dalam wilayah kepulauan Republik Indonesia. Dalam konsep hukum internasional, suatu wilayah dapat diperoleh oleh pemerintah atau kekuasaan berkuasa melalui empat cara, yaitu perluasan wilayah melalui cara alami (akresi), cession, kolonisasi, dan pendudukan atau resep efektif.

Resep mengacu pada tindakan suatu negara yang menegaskan kedaulatan dengan melakukan dominasi atas wilayah tertentu tanpa ditentang oleh negara lain.

“Berdasarkan fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia telah menguasai Kepulauan Natuna selama 56 tahun tanpa ada keberatan dari Malaysia sejak 1956. Oleh karena itu, sulit bagi Malaysia saat ini mengklaim kedaulatan atas Kepulauan Natuna meskipun berdasarkan fakta geografis dan sejarah, memiliki ikatan kuat dengan negara-negara di Semenanjung Malaya,” ungkap Mohd Azmi.

Fakta sejarah jelas menunjukkan, paparnya, Kepulauan Natuna memiliki hubungan lebih kuat dengan negara-negara Malaya daripada kerajaan-kerajaan awal di kepulauan Indonesia. Namun, tidak ada klaim konsisten pernah dibuat Malaysia. Penduduk Indonesia di Kepulauan Natuna tidak pernah ditentang Malaysia.

“Kedaulatan Indonesia atas Kepulauan Natuna telah menciptakan Malaysia menjadi dua bagian. Sampai saat ini Kepulauan Natuna tetap menjadi wilayah Indonesia meskipun secara geografis posisi kepulauan tersebut lebih sejajar dengan Malaysia,” pungkasnya. (*andi surya)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here