ASET “BODONG” NATUNA, HUKUM HARUS BICARA

0
468

kabarterkini.co.id, NATUNA – Aset “bodong” alias fiktif di Pemerintahan Kabupaten Natuna yang terjadi sekitar 16 hingga 10 tahun lalu, harus segera di usut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung atau Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebab aset berupa tanah dan bangunan itu, telah merugikan keuangan daerah atau negara, atau tercium bau amis dugaan korupsi mencapai Rp113,855 milyar lebih. Seandai terus biarkan, dan tidak di usut tuntas, bakal menjadi contoh terburuk bagi generasi penerus kabupaten di tengah negara Asean ini.

Apalagi didalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999, huruf (a) tertulis sangat jelas, bahwa tindak pidana korupsi selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Sehingga tindak pidana korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.

Lalu, apa saja aset bodong di pemerintahan kabupaten di ujung utara Indonesia belasan tahun lalu itu? Catatan BPK – RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menulis tentang Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Natuna pada 2013. Dari beberapa catatan nomor 8.A/LHP/XVIII.TJP/05/2014 pada 7 Mei 2014 itu, terkuak soal aset tanah milik Pemerintah Kabupaten tidak didukung bukti keterangan lengkap sekitar Rp26,977 milyar. Dalam pembelian aset tanah “bodong” itu terjadi pada 2001 – 2005. BPK – RI menulis, “Aset-aset tanah itu, tidak diketahui berapa luas, letak atau lokasinya sebanyak 184 titik.”

Setelah menulis soal aset tanah “bodong”, kembali BPK-RI menulis tentang pembangunan gedung milik Pemerintah Kabupaten Natuna tidak didukung bukti dan keterangan lengkap, nilai sekitar Rp86,878 milyar pada 2001 – 2007. Pembangunan gedung “bodong” itu, berjumlah 422 unit. Dengan rincian, pembangunan Gedung Kantor Permanen, berjumlah 1 unit. Dana daerah terpakai sekitar Rp229 juta. Pembangunan Kontruksi/Gedung Sekolah, berjumlah 1 unit. Dana daerah terpakai sekitar Rp480 juta.

Pengadaan Kontruksi/Pembelian Rumah Dinas, berjumlah 127 unit. Dana daerah terpakai, paling terendah sekitar Rp1,9 juta, tertinggi sekitar Rp945 juta. Pembangunan Gedung Pendidikan Permanen, berjumlah 192 unit. Dana daerah terpakai, paling terendah sekitar Rp12 juta, tertinggi sekitar Rp2,8 milyar. Pembangunan Gedung Pendidikan Semi Permanen, berjumlah 77 unit. Dana daerah terpakai, paling terendah sekitar Rp9 juta, tertinggi sekitar Rp2 milyar.

Pembangunan Gedung Pendidikan Darurat, berjumlah 19 unit. Dana daerah terpakai, paling terendah sekitar Rp118 juta, tertinggi sekitar Rp2,8 milyar. Pembangunan Gedung Kantor Permanen, berjumlah 2 unit. Dana daerah terpakai, masing-masing sekitar Rp44 juta dan Rp103 juta.

Pembangunan Gedung Pabrik Permanen, berjumlah 3 unit. Dana daerah terpakai, masing-masing sekitar Rp675 juta. BPK RI menerangkan, “Tidak ada data luas lantai, letak atau lokasi keberadaan aset dan juga status tanah atas bangunan itu.”

Sementara BPK – RI menulis juga, agar Bupati Natuna menginstruksikan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, agar segera memerintahkan masing-masing pengurus barang untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam menatausahakan aset sesuai dengan ketentuan berlaku. Memerintahkan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), khusus Bidang Aset memutakhirkan Daftar Barang Milik Daerah secara cermat, lengkap dan akurat. Menetapkan tata cara pengelolaan dan penghapusan Barang Milik Daerah.

Sedangkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, Bab II Pasal 2 Ayat 1 menegaskan, setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain. Atau suatu korporasi, dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta, paling banyak Rp1 milyar. Ayat 2 : dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pasal 3 : setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 milyar. Pasal 4 : pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana, sebagaimana dimaksud Pasal 2 dan Pasal 3. (*andi surya)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini