kabarterkini.co.id, NATUNA – Ketua Badan Pemasyarakatan Desa (BPD) Gunung Putri, Muslim membantah, pihaknya terlibat dalam pengerukan pasir di salah satu Lahan Usaha (LU) 2 di kawasan Desa Gunung Putri, Kecamatan Bunguran Batubi. Pengerukan pasir LU 2 itu, hasil pantauan dilapangan, hampir seluas satu hektar.
Dahulu, diatas lahan, tumbuh pohon – pohon sawit, bantuan Pemerintah Republik Indonesia. Kini, di sekitar lahan, tinggal tanah merah mulai rata. Di tengah lahan, mesin besi pengeruk selalu siaga, menghancurkan pohon – pohon disekitarnya.
Padahal lahan dihancurkan, belum bersertifikat, alias masih milik Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Mengingat belum resmi ditetapkan siapa pemiliknya. “Lahan itu milik negara,” kata sumber Info Nusantara, Kamis 1 September 2016. “Seharusnya tidak digarap, demi keuntungan oknum – oknum tertentu.”
Namun, sumber tidak mau menyebutkan nama oknum – oknum tertentu yang telah menjual pasir di lahan milik negara. “Coba tanya anggota BPD,” saran sumber. “Mereka pengawas desa, pasti tahu tentang masalah jual beli pasir di lahan itu.”
Secara tegas Muslim membantah, mengetahui jual beli pasir LU 2 di kawasan Desa Gunung Putri. “Siapa nama orangnya telah menuduh, anggota BPD menjual pasir di lahan itu,” kata Muslim ketika disambangi dirumahnya, di Desa Gunung Putri, Sabtu 3 September 2016. “Bagusnya Anda tanya Kepala Desa Gunung Putri.”
Menurut sumber Info Nusantara, sertifikat LU 2 belum keluar, artinya masih milik negara. Jika terjadi pengambilan pasir, akan merusak aset diatasnya. Kembali Muslim menyarankan, awak media bertanya langsung kepada Kades Gunung Putri. “Saya tidak mau komentar,” kata Muslim. “Intinya, BPD tidak terlibat masalah itu.”
Kades Gunung Putri Syarifudin dengan suara tegas menolak di tuduh menjual pasir LU 2 di kawasan Desa Gunung Putri. Sebab lahan itu, sudah ada pemiliknya. “Siapa yang telah menuduh sembarangan,” kata Syarifudin di hubungi via ponsel, Selasa 6 September 2016. “Di surat keterangan kepemilikan tanah saya keluarkan sangat jelas, lahan itu milik Suwoto.”
Menurut Syarifudin, kemungkinan pemilik tanah, telah menjual pasirnya, dengan salah seorang kontraktor pelaksana proyek pembangunan jalan. Soal aset negara, ia meminta awak media memilah, sebab di dalam dokumen dikeluarkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, kawasan LU 2 sudah tercatat nama-nama pemiliknya. “Bagusnya urusan ini diteruskan ke aparat penegak hukum,” saran Syarifudin. “Aparat penegak hukum lebih mengerti salah atau tidak masalah itu.”
Surat Keterangan Kepemilikan Tanah, di terima dari sumber lainnya, pasir di salah satu lokasi LU 2, kawasan Desa Gunung Putri, milik Suwoto. Surat keterangan dikeluarkan Syarifudin, sebagai Kades Gunung Putri, dengan nomor : 013/21.03.20.2010/SKT/GP/2016.
Isi surat menerangkan tentang sebidang tanah LU 2 seluas 20 ribu meter persegi. Terletak di Desa Gunung Putri, Kecamatan Bunguran Batubi, Kabupaten Natuna. Nomor kapling 344, berdasarkan pembagian tanah pada 1999, merupakan hak milik Suwoto.
Dengan batas sebelah utara, LU 2 milik Yateni. Sebelah selatan, Jalan Kelarik. Sebelah barat, LU 2 milik Miswanto. Sebelah Timur, LU 2 milik Supahid. Surat dikeluarkan pada 29 Juli 2016 itu, ditandatangani saksi, Kepala Dusun II, Ketua RW III, Ketua RT 01, serta batas pemilik sempadan. “Kalau Kades berani keluarkan surat keterangan kepemilikan lahan,” kata sumber. “Kades juga harus, mengeluarkan surat keterangan untuk 200-an, pemilik lahan lain.”
Syarifudin tidak masalah, jika masyarakat meminta mengeluarkan surat keterangan kepemilikan tanah LU 2. Tapi tanah belum sertifikat di LU 2 Desa Gunung Putri sebanyak 300-an kepala keluarga. Kata orang nomor satu di desa itu, “Total keselurahan di Batubi, sekitar 1600 lahan.”
Soerya Respationo, ketika masih menjabat Wakil Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) -arsip Batam Pos, Rabu, 29 Apr 2015 – berjanji akan menyelesaikan persoalan masyarakat transmigrasi Batubi. Janji politik ini disampaikan Soerya saat berkunjung ke Desa Harapan Jaya. Turut hadir Bupati Natuna Drs Ilyas Sabli, Wakil Bupati Natuna Imalko, Bupati Karimun, H Nurdin Basirun dan Walikota Tanjungpinang, Lis Darmansyah.
Camat Bunguran Barat Asmara Juana Suhardi mengatakan, program pemerintah pusat untuk transmigrasi sudah terputus. Hanya pemerintah daerah dan provinsi yang masih memperhatikan masyarakat transmigrasi. “Pusat sudah tidak perhatian,” katanya.
Kepala Desa Harapan Jaya, Slamet, mengaku, banyak program transmigrasi dari 1995, tidak bisa dinikmati masyarakat. Salah satunya perkebunan kelapa sawit. Karena hampir 20 tahun warga transmigrasi menetap, belum pernah menikmati hasilnya.
Padahal, perkebunan kelapa sawit diharap masyarakat dapat meningkatkan ekonomi mereka, nyatanya tidak membuahkan hasil. Dari dulu hingga kini, telah banyak dinas teknis turun kelapangan. Semua masih nihil. Sawit berbuah tidak ada pembeli. Tidak hanya itu, lahan perkebunan dijanjikan pemerintah pusat belum ada titik terang. Tanah LU 1 dan LU 2, status kepemilikan tidak jelas. Dalam perjanjian awal, tanah akan menjadi hak milik setiap kepala keluarga transmigrasi.
Mendengar masalah itu, Soerya berjanji, akan mengurus ke tingkat pusat. Terutama status lahan, yang menjadi hak milik masyarakat transmigrasi. ”Tolong Kades, menginventarisir kepemilikan lahan dengan benar,” katanya. “Serahkan ke Camat dan Bupati. Biar saya sampaikan ke Presiden.”
Sementara, dengan status LU 1 dan LU 2, belum jelas, maka dapat ditarik kesimpulan, lahan transmigrasi di Batubi, masih menjadi milik negara, termasuk pohon sawit diatasnya. Seandainya aset negara di musnah, tanpa dasar hukum, patut di duga keras terjadi sebuah tindak pidana. Berapa tahun hukuman penjara, hanya aparat penegak hukum mengetahuinya ? (*andi surya)