
kabarterkini.co.id, NATUNA – Surau Sekebun, Desa Batu Gajah, Kecamatan Bunguran Timur, Natuna, dua tahun terbengkalai. Meski rumah Alloh seluas 12 x 12 meter persegi itu masih terbengkalai, tak pernah terdengar akan di sentuh tangan – tangan hukum di kabupaten kepulauan perbatasan di tengah negara Asean ini.
Padahal, dugaan penyalahgunaan anggaran pembangunan Surau itu, sangat kentara. Surau di bangun menggunakan Alokasi Dana Desa 2017, sebesar Rp360 juta, hanya terbangun dinding sebagian tanpa plaster, atap tanpa plafon, kusen tanpa pintu dan jendela, serta lantai tanpa keramik.
“Saya rasa anggaran Rp360 juta cukup besar membangun Surau Sekebun,” kata Muziria ketika menghubungi Info Nusantara via ponsel, Selasa malam 5 Maret 2019. “Kenapa tak selesai pembangunan rumah Alloh itu.”
Warga Batu Gajah itu, meminta saran wartawan media ini, bagaimana dengan nasib Surau Sekebun. “Saya tak ada masalah dengan Kades Batu Gajah (Bahtiar-red),” terangnya. “Sebagai warga Batu Gajah, wajar mempertanyakan penggunaan anggaran desa tempat tinggal saya.”
Seandai ponsel android tak rusak, Muziria bisa tunjukan pada semua pihak, termasuk perangkat desa, tentang video statmen Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam video, sang menteri mengatakan, anggaran puluhan triliun rupiah diserahkan ke seluruh desa, bukan milik kades atau perangkat desa, melainkan milik rakyat desa.
Sebab kades atau perangkat desa hanya sebagai pengelola demi kepentingan atau kesejahteraan rakyatnya. “Saya heran, kenapa Inspektorat mengaudit di Batu Gajah, tak menemukan sejumlah pekerjaan pembangunan tak selesai,” kata Muziria. “Salah satu pembangunan Surau Sekebun.”
Inspektur Inspektorat Natuna Mohammad Husen, sebelumnya dikonfirmasi, belum terima informasi tentang kondisi Surau Sekebun, Desa Batu Gajah. Sehingga ia tak bisa komentar tentang pembangunan rumah Alloh yang menghabiskan anggaran Desa Batu Gajah sebesar Rp360 juta pada 2017 itu.
“Nanti saya cari informasinya,” kata Husen dimintai tanggapan via ponsel, Selasa 5 Maret 2019. Segendang seirama dengan Fadli, Kepala Bidang Pemerintahan Desa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Natuna. Ia akan pelajari berapa anggaran pembangunannya. “Nanti dicek. Saya lagi dinas luar,” tulis Fadli melalui jejaring WhatsApp di hari yang sama.
Dengan statmen dua pejabat daerah, lain instansi itu, dapat disimpulkan, pembangunan Surau Sekebun terbengkalai dua tahun lalu, belum diketahui mereka. Sehingga statmen Kepala Desa Batu Gajah Bahtiar, menjadi tanda tanya.
Sebelumnya, menurut Bahtiar, pekerjaan pembangunan Surau Sekebun tak dilanjutkan, atas saran Fadli, Kepala Bidang di DPMD Natuna. Saran Kabid itu, tunggu hasil audit Inspektorat Natuna, apakah pekerjaan sudah sesuai dengan volume?
“Jadi, kami menunggu audit Inspektorat, boleh atau tak, pembangunan Surau itu dianggarkan, atau dilanjutkan,” terang Bahtiar, saat dikonfirmasi via ponsel, Senin 4 Maret 2019. “Tapi, jika hasil audit ada kelebihan pembayaran, kami akan kembalikan.”
Bahtiar beralasan, anggaran pembangunan Surau Sekebun tak mencukupi, karena terjadi penambahan pekerjaan tak masuk dalam RAB (Rencana Anggaran Biaya). Penambahan pekerjaan itu, permintaan masyarakat sekitar.
“Yang jelas TPK (Tim Pengelola Kegiatan) tanpa koordinasi dengan saya melakukan penambahan pekerjaan atas permintaan masyarakat,” katanya. “Saya sempat heran, kok anggaran sebesar itu, tak mencukupi. Rupanya terjadi penambahan pekerjaan itu.”
Bahtiar membantah berita Info Nusantara sebelumnya, Surau Sekebun dibangun menggunakan dana Desa Batu Gajah. Menurutnya, anggaran pembangunan mempergunakan ADD (Alokasi Dana Desa), bukan DD (Dana Desa).
Namun orang nomor satu di Batu Gajah itu, tak memahami, antara dana Desa Batu Gajah, dengan Dana Desa atau DD. Maksud, dalam pemberitaan, Surau Sekebun dibangun menggunakan dana atau anggaran Desa Batu Gajah.
“Ya, memang benar kita membangun Surau Sekebun menghabiskan anggaran ADD sebesar Rp360 juta pada 2017,” kata Bahtiar lagi. “Tapi, anggaran sebesar itu, hanya Rp308 juta membangun fisik, sisanya membayar pajak dan upah pekerja dari masyarakat sekitar.”
Kembali Bahtiar beralasan, anggaran tak mencukupi membangun Surau Sekebun dua tahun lalu, karena banyak tambahan pekerjaan tak masuk dalam RAB, misal: tanah timbun. Akibatnya, anggaran habis, bangunan tak siap.
“Saya mendapat laporan dari Ketua TPK,” jelas Bahtiar. “Habisnya anggaran, banyak kegiatan pembangunan di luar RAB,” katanya lagi, sambil menambahkan, Ketua TPK dijabat Sekretaris Desa Batu Gajah Thamrin.
Namun Thamrin belum di konfirmasi, sedang dinas luar daerah. “Pak Sekdes mengikuti pelatihan di Kota Tanjungpinang,” kata Bahtiar. “Intinya, TPK menambah pekerjaan tak berkoordinasi pada dirinya, selaku Kepala Desa.”
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bab II Pasal 2 ayat 1 tertulis, setiap orang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi merugikan keuangan negara, perekonomian negara, di pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta, paling banyak Rp1 miliar.
Ayat 2, dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud ayat 1, dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3, setiap orang bertujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, perekonomian negara, di pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun, paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta, paling banyak Rp1 milyar.
Pasal 4, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Jadi, ayo aparat penegak hukum, hanya kalian bisa mengusut pembangunan Surau Sekebun. Warga Batu Gajah, khusus Sekebun hanya ingin rumah ibadah kampungnya di bangun Pemerintah Desa Batu Gajah bisa dipergunakan.
Bukan terus terbengkalai alias tak bermanfaat. Kepedulian aparat penegak hukum akan mendapat balasan dari Alloh SWT di akhirat kelak. Karena rumah ibadah selalu disebut rumah Alloh. (*andi surya)