Kajian Migas Jejak Masela

0
570
KAJIAN Kilang Darat Gas Blok Masela (inside - Blok Migas Natuna, Presiden Jokowi, Ketua DPRD Natuna Yusripandi)
Pemerintah membangun kilang Gas Blok Masela, Maluku, di darat. Perlu buat kajian serupa pada migas blok Natuna. Salah satu arahan Presiden Jokowi membangun Natuna pada sektor migas.

DUA berita nasional itu, menjadi perhatian serius Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Natuna Yusripandi, Senin 6 Maret 2017. Dua berita, satunya tentang rencana Pemerintah Republik Indonesia akan membangun kilang minyak mini di tengah laut di ujung Kepulauan Natuna. Dilansir dari website.esdm.go.id pada Kamis 4 Agustus 2016, Pemerintah RI akan membangun kilang minyak mini berkapasitas sekitar 20.000 barel per-hari, untuk pengembangan Minyak dan Gas Blok East Natuna. Infrastruktur itu akan dibangun di tengah laut, dengan investasi sekitar Rp250 milyar. Apabila terwujud, maka Indonesia menjadi negara pertama membangun kilang minyak mini di tengah laut.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengatakan, kapasitas kilang minyak mini ini, disesuaikan dengan produksi Migas Blok East Natuna, diperkirakan sekitar 7000 – 15.000 barel per-hari. Investasi pembangunan kilang minyak mini, pada awal akan ditawarkan kepada badan usaha. Jika minim peminat, pembangunan kilang akan menggunakan anggaran pemerintah. Rencananya, kilang minyak mini akan di bangun di tengah laut, agar dapat dipergunakan migas blok Natuna lainnya, serta demi kedaulatan negara. Terkait teknologi, kata Wirat, “Tidak menjadi masalah karena telah tersedia.”

Namun Wirat mengakui, belum ada negara yang membangun kilang minyak mini di tengah laut, mengingat biaya relatif mahal, jika dibanding membangun kilang di darat. Lagi pula, membangun kilang mini di tengah laut, keuntungan diperoleh sangat kecil, malah mungkin merugi. Sebab semakin besar kilang dibangun, semakin besar keuntungan diperoleh.

Sebagaimana diketahui, kata Wirat, pemerintah berencana akan memproduksi lebih dulu cadangan minyak Blok East Natuna, kemudian gasnya. Diperkirakan diperlukan waktu tiga tahun, kandungan minyak berproduksi atau sekitar 2019. Minyak berproduksi, rencananya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan di sekitar Natuna, antara lain sebagai bahan bakar kapal TNI. “Blok East Natuna memiliki dua level, diatas gas, dibawah minyak. Cadangan gas di Blok East Natuna diperkirakan 4 kali lipat dari Blok Masela, Maluku,” kata Wirat. “Untuk pengembangan gas, Pertamina sedang melakukan kajian teknologi dan marketreview dengan memakan waktu dua tahun.”

Sementara, berita lainnya di baca Yusripandi, tentang pembangunan kilang Gas Blok Masela, di darat. Berita diterbitkan Bisnis Indonesia pada Kamis 14 April 2016 itu, menceritakan tentang persetujuan Presiden RI Joko Widodo, agar kilang Gas Blok Masela yang berada di tengah laut itu, dibangun di darat. “Saya turunkan intelijen untuk mendengarkan suara masyarakat Maluku, dan mereka menghendaki pembangunan kilang gasnya di darat,” kata Jokowi –biasa disapa- saat berkunjung ke Ambon, Senin 4 April 2016.

Instruksi itu menyentak banyak pihak. Jokowi menegaskan keseriusannya dalam memutuskan perkara pengembangan Gas Blok Masela, yang bahkan sempat menciptakan pertentangan pendapat antara Menteri ESDM Sudirman Said dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli.

Sehingga masalah Gas Blok Masela sempat memanaskan hubungan kedua menteri yang seharusnya satu garis kebijakan. Sudirman Said menginginkan kilang pengolahan Gas Blok Masela dibangun di lepas pantai atau offshore. Rizal Ramli mendesak pembangunannya di darat atau onshore dengan alasan multiplier effect akan diperoleh masyarakat Maluku.

Sedangkan Sudirman Said bukan tanpa alasan meminta kilang pengolahan Gas Blok Masela dibangun di lepas pantai. Sejak awal, Plant of Development (PoD) diajukan Inpex Masela Ltd, pembangunan kilang pengolahannya di lepas pantai atau di laut.

Otomatis perubahan diusul Rizal Ramli akan mengubah PoD, proyek jadi molor. Berpotensi menambah investasi, karena perusahaan harus membangun pipa lebih panjang untuk menyalurkan gas dari mulut sumur di lepas pantai ke kilang pengolahan di darat. Akan tetapi, setelah melalui diskusi panjang, Jokowi akhirnya memutuskan pembangunan kilang pengelolahan Gas Blok Masela, menggunakan skema darat (Onshore Liquified Natural Gas/OLNG). Keputusan itu menjadi titik terang berkelanjutan proyek yang sudah digagas sejak 2010.

Sedikitnya terdapat dua alasan mendasari Kepala Negara memilih pembangunan kilang di darat daripada di laut. Pemerintah ingin mengangkat perekonomian daerah yang terkena dampak pembangunan kilang Gas Blok Masela. Potensi serapan tenaga kerja mencapai 12.000 orang.

Jokowi berharap sumber daya manusia (SDM) lokal, khususnya masyarakat Maluku dan sekitarnya mulai bersiap memanfaatkan peluang itu. “Saya pesan harus disiapkan SDM-nya, jangan nanti diambil oleh yang di Jawa atau asing. Saya kira kita ingin agar masyarakat Maluku bisa menikmati sebuah proyek besar demi pengembangan wilayah terutama di Indonesia Timur,” katanya.

Inpex Corporation selaku kontraktor Gas Blok Masela mengaku telah menerima pemberitahuan dari pemerintah yang memilih membangun kilang darat. Perusahaan asal Jepang itu mengatakan pemerintah telah meminta untuk memperbaiki rencana PoD sesuai dengan keputusan pengembangan onshore LNG. “Perusahaan akan secara hati-hati memeriksa permintaan Pemerintah Indonesia dan berniat bekerja sama untuk memulai pengembangan,” tulis manajemen Inpex dalam laman resminya.

Dengan dua berita nasional itu, Yusripandi akan berkoordinasi dengan Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal, agar bersama-sama melobi Pemerintah RI, melalui Kementerian ESDM agar membangun kilang pengolahan migas blok Natuna, di darat, atau tepatnya di kawasan Teluk Buton. “Kita punya lokasi pembangunan kilangnya,” kata Ujang Bro –biasa disapa. “Tinggal pemerintah pusat, kapan mau membangun.”

Sesuai pernyataan Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja, kata Ujang Bro, membangun kilang mini di laut, biaya relatif cukup mahal, serta tipis keuntungan, jadi ia menyarankan pembangunannya dilaksanakan di darat. Kilang bisa dibangun besar, keuntungan diperoleh juga cukup besar ke kas negara. “Seandai di bangun di darat, multiplier effect untuk daerah atau negara sangat jelas,” katanya. “Daerah akan terbuka lapangan kerja sekitar 12.000 orang, negara diuntungkan dari pajaknya.”

Ujang Bro masih ingat kehadiran Presiden Jokowi pada Kamis 23 Juni 2016. Ia ingin mewujudkan pembangunan strategis di Kepulauan Natuna, terutama migas dan perikanan. Menurut Jokowi, di perairan Natuna terdapat sekitar 16 blok migas, di mana 5 blok sudah berproduksi dan 11 blok sedang bereksplorasi. Jadi, kata Ujang Bro, “Kita harus segera buat kajian pembangunan kilang pengolahan migas blok Natuna di Teluk Buton. Hasil kajian kita akan antar proposalnya ke pemerintah pusat.” (*andi surya)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini