
kabarterkini.co.id, NATUNA – Lapangan Bola Batu Gajah, sempat diberitakan bermasalah, nasibnya tak beda jauh dengan Surau Sekebun. Kedua proyek anggaran Desa Batu Gajah, Kecamatan Bunguran Timur itu, hasil pantauan, belum dapat dipergunakan sebagai tempat olahraga dan sembahyang bagi umat Islam.
Padahal kedua sarana prasana itu, sangat diharap masyarakat Batu Gajah. “Lapangan bola belum bisa dipergunakan, mengingat masih dalam tahap pemeliharaan rumput,” kata Kepala Desa Batu Gajah Bahtiar, via ponsel, Kamis 16 Maret 2019.
Yang anehnya keputusan Bahtiar membangun Lapangan Bola Batu Gajah, hanya berjarak sekitar 100 meter dari lapangan bola lama. Kenapa lapangan bola lama tak ditingkatkan sarana prasarananya?
“Lapangan bola lama, lahan milik masyarakat,” kelit Bahtiar. “Lagi pula luas lahan tak sesuai dengan luas lapangan bola sesungguhnya,” kelitnya lagi.
Sementara Ketua Karang Taruna Batu Gajah Arifin mengatakan, pekerjaan lapangan bola di kampungnya tak sesuai rencana pembangunan (bestek-red). Karena itu, ia bersama para pemuda mengadukan permasalahan ini kepada Ketua Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Batu Gajah Wahyudin.
“Kami jumpa Pak Wahyudin, Ketua BPD Batu Gajah, mempertanyakan fungsi pengawasan lembaga itu terhadap kinerja Kades dalam mengelola anggaran desa,” kata Arifin via WhatsApp, Jumat 17 Mei 2019. “Khusus dalam penggunaan anggaran pekerjaan pembangunan Lapangan Bola Batu Gajah pada 2018.”
Pekerjaan pembangunan itu, menurut Arifin, tak sesuai rencana awal, misal dalam penggunaan tanah timbun. Karena pihak desa sebagai pengelola kegiatan, menggunakan jenis sirtu (pasir batu).
Jadi, atas kejanggalan penggunaan tanah timbun itu, ia beserta sejumlah pemuda desanya mendatangi Kantor BPD Batu Gajah pada Selasa 14 Mei 2019. Padahal anggaran pembangunan lapangan bola itu, cukup besar, sekitar Rp261 juta. “Tapi hasil pekerjaan, kami nilai asal-asalan,” katanya.
Pekerjaan pembangunan Lapangan Bola Batu Gajah, terang Arifin, dimulai sejak 14 Maret 2018. Target pekerjaan selama dua bulan. Nyatanya, memasuki April 2019, Lapangan Bola Batu Gajah, tak bisa dipergunakan untuk olahraga.
“Kalau di hitung-hitung, total pembangunan Lapangan Bola Batu Gajah hampir mencapai Rp591 juta,” terangnya. “Bebas lahan sekitar Rp330 juta, pekerjaan sekitar Rp261 juta.”
Nasib Surau Sekebun
Pembangunan Surau Sekebun, Desa Batu Gajah, menghabiskan anggaran Rp360 juta. Meski menghabiskan anggaran cukup besar, rumah Alloh seluas 12 x 12 meter persegi itu, belum selesai terbangun. Yang baru terbangun, hanya dinding sebagian tanpa plaster, atap tanpa plafon, kusen tanpa pintu atau jendela, dan lantai tanpa keramik.
Sehingga Surau di bangun menggunakan anggaran Desa Batu Gajah pada 2017 itu, memasuki Mei 2019, masih terbengkalai. “Surau itu dibangun menggunakan ADD (Alokasi Dana Desa), bukan DD (Dana Desa),” kata Kepala Desa Batu Gajah Bahtiar, saat dikonfirmasi via ponsel, Senin 4 Maret 2019. “Jadi tak benar berita Info Nusantara sebelumnya, mempublikasi menggunakan dana Desa Batu Gajah.”
Namun orang nomor satu di Batu Gajah itu, tak memahami, antara dana Desa Batu Gajah, dengan Dana Desa atau DD. Maksud, dalam pemberitaan, Surau Sekebun dibangun menggunakan dana atau anggaran Desa Batu Gajah.
“Ya, memang benar kita membangun Surau Sekebun menghabiskan anggaran ADD sebesar Rp360 juta pada 2017,” kata Bahtiar lagi. “Tapi, anggaran sebesar itu, hanya Rp308 juta membangun fisik, sisanya membayar pajak dan upah pekerja dari masyarakat sekitar.”
Bahtiar beralasan anggaran tak mencukupi membangun Surau Sekebun dua tahun lalu, karena banyak tambahan pekerjaan tak masuk dalam RAB (Rencana Anggaran Biaya), misal: tanah timbun. Akibatnya, anggaran habis, bangunan tak siap.
“Saya mendapat laporan dari Ketua TPK (Tim Pengelola Kegiatan),” jelas Bahtiar. “Habisnya anggaran, banyak kegiatan pembangunan di luar RAB,” katanya lagi, sambil menambahkan, Ketua TPK dijabat Sekretaris Desa Batu Gajah Thamrin.
Namun Thamrin belum di konfirmasi, sedang dinas luar daerah. “Pak Sekdes mengikuti pelatihan di Kota Tanjungpinang,” kata Bahtiar. “Intinya, TPK menambah pekerjaan tak berkoordinasi pada dirinya, selaku Kepala Desa.”
Bahtiar juga beralasan, pekerjaan pembangunan Surau Sekebun tak dilanjutkan, atas saran Fadli, Kepala Bidang di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Natuna. Saran Kabid itu, tunggu hasil audit Inspektorat Natuna, apakah pekerjaan sudah sesuai dengan volume?
“Jadi, kami menunggu audit Inspektorat, boleh atau tak, pembangunan Surau itu dianggarkan, atau dilanjutkan,” terang Bahtiar. “Tapi, jika hasil audit ada kelebihan pembayaran, kami akan kembalikan.”
Kembali Bahtiar beralasan, anggaran pembangunan Surau Sekebun tak mencukupi, karena terjadi penambahan pekerjaan tak masuk dalam RAB. Penambahan pekerjaan itu, permintaan masyarakat sekitar.
“Yang jelas TPK tanpa koordinasi dengan saya melakukan penambahan pekerjaan atas permintaan masyarakat,” katanya. “Saya sempat heran, kok anggaran sebesar itu, tak mencukupi. Rupanya terjadi penambahan pekerjaan itu.”
Inspektur Inspektorat Natuna Mohammad Husen belum terima informasi tentang kondisi Surau Sekebun. Sehingga ia belum bisa komentar tentang pembangunan rumah Alloh yang menghabiskan anggaran Desa Batu Gajah sebesar Rp360 juta pada 2017.
“Nanti saya cari informasinya,” kata Husen dimintai tanggapan via ponsel, Selasa 5 Maret 2019. Segendang seirama dengan Fadli, Kepala Bidang Pemerintahan Desa DPMD Natuna. Ia akan pelajari berapa anggaran pembangunannya. “Nanti dicek. Saya lagi dinas luar,” tulis Fadli melalui jejaring WhatsApp di hari yang sama.
Dengan statmen dua pejabat daerah, lain instansi itu, dapat disimpulkan, pembangunan Surau Sekebun terbengkalai dua tahun lalu, belum diketahui mereka. Sehingga statmen Kepala Desa Batu Gajah Bahtiar, menjadi tanda tanya. (*andi surya)