JAKARTA, KABARTERKINI.co.id – China dikabarkan mulai mengebor minyak dan gas bumi (migas) di Laut China Selatan. Setelah Negeri Tirai Bambu itu menemukan ladang baru dengan potensi 200 juta ton minyak dan 300 miliar ton gas, tepatnya di selatan Pulau Hainan.
Sementara Laut China Selatan merupakan lautan diperebutkan China dengan sejumlah negara di Asia seperti Vietnam, Filipina, Taiwan, dan Malaysia, bahkan kadang bersinggungan dengan wilayah perairan Indonesia, tepatnya di Laut Natuna Utara.
Di Indonesia sendiri, dilansir dari CNBC Indonesia, terdapat salah satu blok migas memiliki potensi cadangan luar biasa besar, yakni Blok East Natuna. Blok migas ini diperkirakan memiliki sumber daya sebesar 222 triliun kaki kubik (TCF).
Namun besarnya kandungan karbon dioksida (CO2) di blok ini mencapai 71 persen, sehingga gas bisa dieksploitasi hanya sekitar 46 TCF. Tapi potensi ini jauh lebih besar dibanding Blok Masela sekitar 10,7 TCF dan lebih besar dari Lapangan Tangguh.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tutuka Ariadji mengatakan, bila cadangan gas di Blok East Natuna dieksploitasi, maka produksi gasnya berpotensi mencapai 8.000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
“Sudah puluhan tahun tidak diproduksi, dan hingga kini,” ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin 16 November 2020.
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Hadi Ismoyo menuturkan, potensi gas di Blok East Natuna memang sangat besar mencapai 222 TCF. Namun karena kandungan CO2 mencapai 71 persen, maka nilai keekonomian proyek menjadi sangat tinggi.
Sebab harus dilakukan pemisahan karbon dioksida terlebih dahulu. Bahkan, dengan bagi hasil produksi (split) nol bagi pemerintah, proyek ini masih belum ekonomis dikembangkan.
“Sudah 47 tahun discovery (temuan) tapi tidak bisa dieksploitasi karena kandungan CO2. Otomatis biaya dibutuhkan sangat besar demi memisahkannya,” tutur Hadi, Selasa 17 November 2020.
Namun pihaknya terus mencoba mempelajari terobosan apa, bisa dilakukan memonetisasi cadangan gas besar ini. Saat ini, IATMI tengah mengkaji membuat konversi CO2 menjadi produk petrokimia, seperti metanol dan turunannya. Bila ini berhasil, maka karbon dioksida tersebut bisa memiliki nilai tambah, dan mengurangi biaya eksploitasi Blok East Natuna.
“Memang tidak gampang, tapi dengan adanya teknologi sudah terbukti ini bisa membantu. Kami lagi study mendetailkannya,” ujar Hadi.
Ia pun mengatakan Blok East Natuna sangat penting untuk segera dieksploitasi. Selain menambah produksi migas nasional, terkait kedaulatan negara. Dengan adanya aktivitas migas di perairan Natuna Timur, tidak perlu khawatir ada negara lain mencaplok atau mengakui daerah itu milik mereka.
“Harus segera ada kegiatan di Blok East Natuna. Jangan sampai kita lupa ada cadangan migas besar di Blok East Natuna,” ujar Hadi.
Di perairan Natuna, tidak hanya Blok East Natuna memiliki potensi migas besar, tapi juga di perairan Natuna Barat telah ada beberapa perusahaan migas telah melakukan eksploitasi selama puluhan tahun dan terus dikembangkan hingga saat ini.
Salah satunya dilakukan Premier Oil Natuna Sea B.V. Bahkan kontraktor migas itu telah mengembangkan beberapa lapangan migas baru di Blok Natuna Sea Block A, yakni Lapangan Bison, Iguana, dan Gajah Puteri.
Berdasarkan data SKK Migas, ketiga lapangan mulai menyalurkan gas pertama pada 28 November 2019 dengan nilai investasi US$ 172 juta. Adapun produksi dari Lapangan Bison mencapai 15 MMSCFD, Lapangan Iguana 25 MMSCFD dan Lapangan Gajah Putri 40 MMSCFD.
Selain itu, ada Santos North West Natuna yang mengoperasikan Blok North West Natuna, dan tengah mengembangkan Lapangan Ande-Ande Lumut. Adapun sumber daya mencapai 89,44 MMBO. Lalu, Medco E&P Natuna, anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) tengah melakukan eksplorasi di Blok South Natuna Sea Block B.
Pada pertengahan Oktober 2020, Medco E&P Natuna berhasil menemukan cadangan komersial untuk dikembangkan melalui pemboran sumur eksplorasi West Belut-1. Temuan ini membuat sepanjang 2020, Medco E&P Natuna memiliki rasio keberhasilan (success ratio) pemboran sebesar 100 persen.
Berdasarkan data SKK Migas, total produksi minyak dari blok-blok yang berada di Natuna adalah 25.447 barel per hari. Sedangkan produksi gas bumi tercatat sebesar 489,21 MMSCFD. Besarnya potensi migas di Laut China Selatan tidak ayal membuat lautan itu menjadi rebutan. (*andy surya)