ANAMBAS, KABARTERKINI.co.id – Tunggu tegaknya hukum terhadap tujuh paket proyek Swakelola Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PUPRPRKP) serta Dinas Perhubungan dan Lingkungan Hidup (Dishub LH) Kepulauan Anambas total sekitar Rp5,7 miliar.
Ketujuh paket proyek Swakelola, lima paket di Dinas PUPRPRKP dan dua paket di Dishub LH Kepulauan Anambas, dengan jabaran sebagai berikut:
Dinas PUPRPRKP Kepulauan Anambas
1. Kode Swakelola: 02365. Belanja Pemeliharaan Jalan se-Kabupaten Kepulauan Anambas. Nilai Pagu: Rp799.963.390. APBDP 2019.
2. Kode Swakelola: 1365. Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Nilai Pagu: Rp1.000.000.000. APBD 2019.
3. Kode Swakelola: 14365. Belanja Pemeliharaan Jalan se-Kabupaten Kepulauan Anambas. Nilai Pagu: Rp500.000.000. APBDP 2020.
4. Kode Swakelola: 4365. Pemeliharaan Jaringan Sungai di Kecamatan Jemaja Timur. Nilai Pagu: Rp1.000.000.000. APBD 2020.
5. Kode Swakelola: 23365. Belanja Pemeliharaan Jalan se-Kabupaten Kepulauan Anambas. Nilai Pagu: Rp626.500.000. APBDP 2021.
Kepala Dinas PUPRPRKP Kepulauan Anambas Andiguna Hasibuan saat dimintai tanggapan tentang kebijakan Swakelola di dinasnya, melalui pesan WhatsApp, Jumat siang 10 Juni kemarin, balik bertanya, “Tanggapan apa Pak??” KABARTERKINI.co.id hubungi langsung melalui ponsel, terdengar nada aktif, tapi tidak diangkat. “Sudah sesuai dengan Perpres,” Andiguna mengirim pesan lagi melalui WhatsApp.
Dishub LH Kepulauan Anambas
1. Kode Swakelola: 6365. Nama Swakelola: FS Pelabuhan Bongkar Muat Kecamatan Siantan Selatan. Nilai Pagu: Rp700.000.000. Tanggal Pembuatan: 7 April 2020. APBD 2020.
2. Kode Swakelola: 21365. Nama Swakelola: SSID Pelabuhan Penyeberangan Siantan-Peninting. Nilai Pagu: Rp1.077.384.000. Tanggal Pembuatan: 9 April 2020. APBD 2021.
Kepala Dishub LH Kepulauan Anambas Ekodesi Amrialdi sebelumnya menerangkan, hanya satu paket proyek di Swakelola dinasnya, yakni FS Pelabuhan Bongkar Muat Kecamatan Siantan Selatan pada 2020. Sedangkan paket proyek SSID Pelabuhan Penyeberangan Siantan–Peninting pada 2021 di recofusing anggarannya demi menangani pandemi Covid-19. “Jadi hanya satu paket (swakelola),” kata Eko melalui pesan WhatsApp, Senin malam 13 Juni kemarin.
Namun, ia tidak mau berkomentar, apakah kedua proyek itu, sesuai Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Perubahan Atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah?
“Proyek 2020 dilaksanakan ITS Surabaya. Karena menurut Kabid saya harus ada tenaga ahli tertentu tidak terpenuhi,” alasan Eko tetap tidak mau berkomentar, saat di tanya, apakah paket proyek 2020 di Swakelola telah sesuai Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Perubahan Atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah?
Kabid Perhubungan Laut Dishub LH Kepulauan Anambas Nurullah membenarkan, paket proyek Swakelola SSID Pelabuhan Penyeberangan Siantan-Peninting pada 2021 di recofusing anggarannya demi menangani pandemi Covid-19.
Namun paket proyek Swakelola FS Pelabuhan Bongkar Muat Kecamatan Siantan Selatan pada 2020 bukan ia kabidnya. Sehingga ia tidak mengetahui tentang paket proyek swakelola itu.
“Sebelum menjabat Kabid Perhubungan Laut, saya bertugas di bidang darat. Jadi saya tidak mengetahui paket proyek swakelola pada 2020,” kata Nurullah melalui pesan WhatsApp, Selasa 14 Juni kemarin.
“Sedangkan paket proyek Swakelola SSID Pelabuhan Penyeberangan Siantan-Peninting pada 2021 direncanakan akan bekerjasama dengan ITS Surabaya. Tapi tidak jadi, karena anggaran proyek di recofusing,” katanya lagi.
Sekda Kepulauan Anambas Sahtiar dengan jelas menerangkan, teknis pelaksanaan kegiatan bukan ranah Tim Anggaran Pemerintah Daerah atau TAPD, melainkan tugas pokok dan fungsi Organisasi Perangkat Daerah. Sehingga ia sulit menjelaskan tentang kegiatan proyek Swakelola di Dinas PUPRPRKP Kepulauan Anambas pada 2019 -2021.
“Jadi tidak benar saya bungkam saat dikonfirmasi tentang proyek Swakelola Dinas PUPRPRKP Kepulauan Anambas. Karena bukan ranah TAPD menjelaskannya,” kata Sahtiar yang ingin meluruskan berita KABARTERKINI.co.id berjudul, “Sebagai Ketua TAPD, Sekda Bungkam Ditanya Lima Proyek Swakelola Dinas PUPRPRKP Kepulauan Anambas 2019-2021”, via telepon WhatsApp, Selasa 21 Juni kemarin.
Seminggu sebelumnya, ia telah menjelaskan tugas pokok dan fungsi TAPD dalam penganggaran kegiatan dalam APBD, termasuk tentang proyek Swakelola Dinas PUPRPRKP Kepulauan Anambas. Namun penjelasan panjangnya tidak boleh dipublikasi. “Kita hanya bincang-bincang, bukan untuk publikasi,” katanya saat itu.
Sementara dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola, lima paket proyek Swakelola Dinas PUPRPRKP Kepulauan Anambas 2019-2021sekitar Rp3,9 miliar atau Rp3.926.463.390 dan dua paket proyek Swakelola Dishub LH Kepulauan Anambas 2020-2021 sekitar Rp1,7 miliar atau Rp1.777.384.000, total sekitar Rp5,7 miliar atau Rp5.703.847.390 diduga rawan korupsi.
Mengingat dalam peraturan itu, sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menjelaskan, pengadaan barang dan jasa melalui Swakelola dapat dilaksanakan manakala barang dan jasa dibutuhkan tidak dapat disediakan atau tidak diminati pelaku usaha.
Dengan tujuan, memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang tidak disediakan pelaku usaha, tidak diminati pelaku usaha karena nilai pekerjaannya kecil dan atau lokasi sulit dijangkau atau bersifat rahasia yang mampu disediakan Kementerian, Lembaga atau Perangkat Daerah bersangkutan. Yang menjadi pertanyaan, apakah lima paket proyek Dinas PUPRPRKP Kepulauan Anambas pada 2019-2021 sekitar Rp3,9 miliar dan dua paket proyek Swakelola Dishub LH Kepulauan Anambas 2020-2021 sekitar Rp1,7 miliar, total sekitar Rp5,7 miliar memenuhi unsur Swakelola?
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 huruf (i) tertulis, dapat dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar, jika pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan seluruh atau sebagian ditugaskan mengurus atau mengawasinya. (*andi surya)