JAKARTA, KABARTERKINI.co.id – Bersama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dan konstituen lainnya, Dewan Pers mengkritisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang kembali lanjut dibahas Komisi III DPR RI dengan Pemerintah RI melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Kritikan bersama ini, diputuskan dalam diskusi melalui aplikasi zoom yang dikendalikan dari Jakarta, Senin malam 11 Juli 2022. Dalam diskusi dibahas, antara lain, Komisi III DPR RI dengan Pemerintah RI melalui Kemenkumham akan melanjutkan pembahasan RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan pada akhir Mei 2022.
Anggota Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Hendrayana, tampil sebagai moderator menegaskan, kalangan pers harus mengkritisi atau menyikapi RUU KUHP yang di dalamnya terdapat pasal-pasal berpotensi mengancam kebebasan pers.
“Jangan sampai RUU ini diketok palu, sah menjadi undang-undang. Kedepan akan menjadi masalah bagi kebebasan pers,” kata Hendrayana yang juga ahli hukum pers dan Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) melalui keterangan tertulis.
Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli sebelum diskusi dimulai memberi arahan untuk mencermati bahayanya pasal-pasal rancangan KUHP, apabila diterapkan. Apakah akan berpotensi mengkriminalisasi wartawan, apa yang harus dilakukan bersama-sama?
“Pasal per pasal dalam RUU KUHP berpotensi menghambat dan mengancam kemerdekaan pers. Pemerintah dan DPR RI, sudah diberi masukan mengenai RUU ini sejak 1980-an, tapi tidak mau mengubahnya. Kenapa keukeuh banget,” timpal Ahli Hukum Tata Negara dan Kebijakan, Bivitri Susanti.
Dalam perjalanan, sambung Bivitri, RUU KUHP hampir di sahkan pada 2019. Lalu ditarik karena ada pasal- pasal kontroversial. Pada 22 Mei 2022, dipresentasikan kembali, ada 14 pasal kontroversi, termasuk yang mengancam kebebasan pers. Pada 4 Juli 2022 draft KUHP dibuka ke publik. Tidak berubah juga.
“Persoalan RUU KUHP menjadi menakutkan dan menyurutkan kemerdekaan pers apabila diputuskan. Hal ini harus menjadi perhatian bagi kalangan pers,” pesan Bivitri.
Ketua Bidang Hukum, Arbitrase dan Legislasi SMSI Pusat Makali Kumar mewakili Ketua Umum SMSI Firdaus mengatakan, SMSI konsisten menolak pasal-pasal di RUU KUHP yang berpotensi merusak kemerdekaan pers dan tidak sejalan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“SMSI selalu siap berada di garda terdepan bersama Dewan Pers dan berbagai kalangan pers menyikapi rencana DPR dan Pemerintah melanjutkan pembahasan dan isu penetapan RUU KUHP itu,” ujar Makali.
Tidak lupa, ia meminta Dewan Pers dan semua organisasi pers tetap konsisten, tegas dan jelas langkahnya dalam mengkritisi sedikitnya 14 pasal RUU KUHP yang mengancam kebebasan pers. Yang disuarakan sejak 2018 silam.
“Jika DPR dan Pemerintah kembali melanjutkan dan akan menetapkan RUU KUHP itu, SMSI akan ikut mengawal dan menolaknya. Pasal-pasal karet dalam RUU KUHP, mengancam kebebasan pers dan pekerja pers berisiko dipidanakan,” kata Makali. (*andi surya)