“Kita harus memastikan proses maupun timing pengadaan barang dan jasa. Sekali lagi, harus seawal mungkin. Januari mulai belanja. Karena ini menyangkut pertumbuhan ekonomi,” ujar Jokowi-bisa disapa- di Plenary Hall Jakarta Convention Center, seperti diberitakan biro pers, media dan informasi setpres, Rabu 6 November 2019.
Penegasan itu, kembali disampaikan olehnya setelah menerima laporan mengenai masih ada paket pekerjaan konstruksi senilai Rp31,7 triliun yang masih berproses di e-tendering di pada November ini.
Padahal, pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan salah satu penggerak penting yang memacu pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat nasional maupun daerah. Maka, diharap peran aktif Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bersama dengan kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah untuk mempercepat proses belanja anggaran, utamanya urusan pembangunan infrastruktur, agar segera menggerakkan perekonomian.
“Tinggal dua bulan masih urusan konstruksi, masih lelang konstruksi. Ini enggak bisa diterus-teruskan. Tapi kenyataan ini masih banyak sekali dan itu tiap tahun kita ulang terus kesalahannya. Akhirnya apa? Ya kualitasnya jelek,” ungkap Jokowi.
Untuk mendukung upaya pengadaan lebih optimal, cepat, dan transparan, menurutnya, pemerintah telah melakukan transformasi menuju sistem pengadaan secara elektronik. Meski, upaya itu tidak cukup bila tidak diikuti dengan perubahan pola pikir mendasar.
“Sejak 15 tahun lalu, saya lihat proses pengadaan kita ini sebetulnya sudah ada e-procurement, e-tendering, dan e-purchasing, bagus sekali. Tapi dalam praktik masih dalam pola pikir lama,” kata Jokowi.
Saat ini, Indonesia tengah berupaya keras untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah sebagai respons terhadap perekonomian dunia yang mengalami perlambatan. Pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan berkaitan dengan belanja modal, utamanya infrastruktur yang memang sensitif terhadap waktu, secara cepat diharapkan dapat semakin menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan perputaran uang baik di kota besar maupun di daerah-daerah.
“Kalau uangnya tidak keluar berarti perputaran uang di daerah menjadi tidak ada atau berkurang. Kalau uang tidak berputar pasti pertumbuhannya akan rendah. Artinya rakyat kita menderita,” tutup Jokowi. (red)