
Catatan: Andi Surya
SELURUH negara di dunia mengenal Natuna. Kabupaten kepulauan perbatasan di tengah negara Asean yang sangat strategis ini, punya sumber daya migas, perikanan dan muatan kapal tenggelam. Dari hasil migas-nya, telah membuat gemuk kas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan, dari sumber daya perikanan.
Meskipun strategis, serta kaya sumber daya alam, kabupaten 99 persen lautan hanya 1 persen daratan ini, selalu krisis keuangan. Penyebabnya, Pemerintah RI melalui Kementerian Keuangan selalu menunda salur Dana Bagi Hasil. Padahal kabupaten minim pendapatan asli daerah ini, sangat memerlukannya, khusus pasca pandemi Covid-19.
Contoh, akhir Desember 2021, dana tunda salur belum dikucurkan sebesar Rp100 miliar lebih. Alhasil, kegiatan Percepatan Ekonomi Nasional atau PEN telah dilaksanakan meninggalkan warisan hutang piutang. Bupati Natuna Wan Siswandi pun terpaksa angkat bicara saat ditanya awak media, Selasa 30 November 2021.
Karena akhir tahun tidak lama lagi, Wan Sis -biasa disapa- bersama bagian keuangan daerah berencana segera berangkat ke Kantor Kemenkeu di Jakarta. Untuk meminta kejelasan dana tunda salur yang masih tersendat itu.
“Saya upayakan dana tunda salur segera dikucurkan pemerintah pusat. Sebab kita harus melunasi sejumlah hutang piutang dengan pihak ketiga, yang telah melaksanakan kegiatan PEN,” kata Wan Sis.
Presiden Joko Widodo sebelumnya, menekankan pentingnya percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Sehingga setiap Kementerian/Lembaga harus berkonsentrasi mempercepat realisasinya.
“Saya minta Pak Mendagri (Tito Karnavian) kembali memperhatikan daerah dengan serapan APBD masih rendah. Tekankan pada mereka bahwa APBD ini penting untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Jokowi -biasa disapa- saat memberikan arahan dalam Sidang Kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu 17 November kemarin.
Dengan statmen Kepala Negara itu, harusnya Kemenkeu segera menyalurkan dana daerah. Agar percepatan pembangunan dan perekonomian segera terealisasi pasca pandemi Covid-19. Atau Kemenkeu yang di pimpin Sri Mulyani tidak peduli statmen Jokowi yang sangat peduli dengan program pemerataan pembangunan hingga di perbatasan dan kepulauan.****